BEYOURS.ID – Sidang praperadilan antara Calon Bupati Situbondo, Karna Suswandi, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024).
Namun, pihak KPK absen dan meminta penundaan sidang, yang kini dijadwalkan ulang untuk tanggal 18 November 2024.
Kuasa hukum Karna, Amin Fahrudin, S.H., M.H., menyatakan bahwa ini adalah pengajuan praperadilan kedua setelah yang pertama hanya sampai pada putusan eksepsi dan tidak menyentuh pokok perkara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena putusan belum masuk pada pokok perkara, maka pada tanggal 28 Oktober 2024, kami mengajukan gugatan baru,” ujarnya.
Menurut Amin, sidang praperadilan harus diselesaikan dalam waktu tujuh hari berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan sidang yang dimulai kembali pada 18 November, putusan diperkirakan akan keluar sekitar tanggal 24 atau 25 November.
Amin berharap pengadilan akan mencabut status tersangka Karna Suswandi, mengingat bahwa, menurutnya, penetapan tersebut melanggar prosedur hukum.
Ia berargumen bahwa penetapan tersangka seharusnya dilakukan setelah proses penyidikan yang sah, sesuai dengan UU KPK dan KUHAP yang mengatur perlunya pengumpulan alat bukti yang cukup terlebih dahulu.
Dalam pernyataannya, Amin menekankan bahwa parameter hukum yang mereka gunakan didasarkan pada dalil-dalil yuridis dan keputusan Mahkamah Konstitusi, yang memperkuat pandangan bahwa tindakan KPK telah menyimpang dari prosedur hukum yang seharusnya.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar pengadilan membatalkan status tersangka kliennya.
Praperadilan Pertama Ditolak Hakim karena Alasan Obscuur Libel
Amin juga menjelaskan mengapa praperadilan pertama mereka ditolak. Menurutnya, hakim mengabulkan eksepsi KPK dengan alasan bahwa permohonan mereka dianggap kabur atau obscuur libel, karena salah satu petitum yang diajukan bukan merupakan objek praperadilan.
“Kami meminta agar penyidikan dihentikan setelah penetapan tersangka dicabut, yang dinyatakan oleh hakim bukan sebagai objek praperadilan,” katanya.
Akibatnya, hakim tidak memeriksa pokok perkara. Oleh karena itu, pada pengajuan praperadilan kedua ini, Amin dan tim memperbaiki gugatan dengan tetap fokus pada pencabutan status tersangka tanpa menambahkan objek lain.
“Kami tetap pada argumentasi hukum yang sama seperti sebelumnya,” tutupnya.